PAPER AKUNTANSI SYARIAH
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah saya
panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena nikmat iman dan ihsan yang
diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas paper tentang
Sejarah, Perkembangan, dan Entitas Akuntansi Keuangan Syariah di Indonesia
dengan baik meskipun masih banyak kekurangan karena kurangnya pengetahuan serta
pengalaman tentang hal ini. Terima kasih saya haturkan juga kepada rekan rekan
yang sudah membantu saya juga kepada Ibu Dewi selaku dosen Akuntansi Keuangan
Syariah yang telah memberikan saya tugas ini.
Saya berharap paper
yang kurang dari kata sempurna ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
dan pengetahuan khususnya mengenai Akuntansi Keuangan Syariah. Saya sadar bahwa
paper ini jauh dari kata sempurna maka saya berharap untuk pengkoreksian agar
kedepannya saya lebih baik lagi mengingat tidak ada suatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga paper
sederhana ini dapat dipahami bagi yang membacanya. Setidaknya paper ini dapat
berguna bagi saya sendiri maupun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan atau kata kata yang kurang berkenan dan sekali lagi
saya mohon untuk kritik dan saran yang membangun demi perbaikan kedepannya.
Bekasi, September 2015
Mahmidah Aulia
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN
a.
LATAR
BELAKANG........................................................ 3
b.
TUJUAN........................................................................ 3
II.
PEMBAHASAN
a.
PRINSIP
DASAR AKUNTANSI ISLAM........................ 4-6
b.
PRINSIP
DASAR AKUNTANSI KONVENSIONAL....... 6-7
c.
PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN AKUNTANSI ISLAM DAN AKUNTANSI KONVENSIONAL..................................................... 7-10
d.
PERKEMBANGAN
TEORI DAN PRAKTEK AKUNTANSI ISLAM 10-13
III.
KESIMPULAN.................................................................. 14
IV.
REFERENSI....................................................................... 15
PERBANDINGAN
AKUNTANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Mengkaji sistem ekonomi islam, tidak pernah lepas
dari membandingkan dengan sistem ekonomi konvensional yang saat ini hampir
menguasai seluruh sistem ekonomi dunia sejak ratusan tahun yang lalu sampai
dengan sekarang sekarang. Pada prakteknya, sistem ekonomi islam dewasa ini
masih tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari pengaruh faktor sistem ekonomi
konvensional.
Walaupun sistem ekonomi islam sudah ada sejak islam datang, yakni
bersama dengan kedatangan Al Quran pada tahun 610 M, jadi 800 tahun lebih
dahulu dari akuntansi konvensional. Hal ini terlihat berdasarkan sejarah
akuntansi konvensional yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan akuntansi muncul
di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama
Luca Pacioli pada tahun 1494. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria
et Propotionalita” dengan
memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting
System”.
Namun dalam perkembangan jaman, dunia lebih dikuasai oleh
praktek-praktek ekonomi konvensional. Sehingga sistem ekonomi islam yang mulai
bangkit kembali di abad ini dalam prakteknya lebih kepada
menyempurnakan/mengkontruksi system yang telah ada menuju kepada nilai-nilai
islam, yang merujuk pada Al Quran & Al Hadis.
Dalam system ekonomi islam pun demikian, pada praktek dan
teknisnya tidak terbebas dari pengaruh konvensional. Dalam makalah ini akan
dikaji prinsip dasar akuntansi konvensional, prinsip dasar akuntansi islam,
perbedaan diantara keduanya dan bagaimana teori dan praktek akuntansi islam
terbentuk sampai dengan perkembangannya sekarang ini.
1.2 Tujuan
Pembahasan
1. Mengetahui
tentang akuntansi syariah.
2. Mengetahui
tentang akuntansi konvensional.
3. Mengetahui
aplikasi akuntansi keduanya.
4. Mengetahui
perbedaan keduanya.
BAB II PEMBAHASAN
1.
PRINSIP DASAR AKUNTANSI ISLAM
a.
Definisi Akutansi Islam
Kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi
Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kespakatan para
ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan)
yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah,
memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi
Konvensional.Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal
diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal
dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan
kecenderungan manusia yaitu “hanief”yang
menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan
ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab
kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid)
yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi
juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
b.
Prinsip Umum Akuntansi Islam
Berdasarkan Surat Al Baqarah
282:
1.
Prinsip
Pertanggungjawaban (accountability)
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
2.
Prinsip
Keadilan
Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
3.
Prinsip
Kebenaran
Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan & pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi.
Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan & pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi.
c.
Sejarah Praktek Akuntansi Islam
Dari catatan sejarah islam, praktek-praktek akuntansi islam
telah diterapkan pada jaman Rasulullah SAW, tepatnya setelah terbentuknya
Daulah Islamiah di Madinah dan diteruskan pula oleh para Khulafaur
Rasyidin. Pada masa itu dibentuk undang-undang akuntansi yang diterapkan
untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah
mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan
sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai
kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius
dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang
menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang
harus dipedomani dalam hal tersebut.
Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti
dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai
transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.
Jika dibandingkan dengan penjelasan dalam Al Quran, kita harus
mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang
untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang
lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai
ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu
dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut,
menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal
pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur
kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan
keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang
dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya.
Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan
sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan
dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen
yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode,
teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu
Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana
yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita
harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan
dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang
berbunyi:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep
Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan
bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh
pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai
ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah
dalam Al Qur’an.
“……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89)
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis
dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan
akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan
ketundukan kepada ketentuan Allah SWT.
2. PRINSIP DASAR AKUNTANSI KONVENSIONAL
a.
Landasan Berpikir Akuntansi
Konvensional
Akuntansi kapitalis dibangun berdasarkan landasan pikir sekuler
terkonstruksi sebagai ilmu yang bebas nilai ( Value Free ), sehingga
satu-satunya landasannya adalah rasional tanpa memiliki dimensi teologis
ketauhidan serta moral. Akuntansi yang dibangun pada ranah peradaban ekonomi
kapitalis lahir sebagai perangkat konstruktif peradaban tersebut. Seluruh
dimensi penyajian laporan keuangan selalu mencerminkan kebutuhan dan
kepentingan stockholder sesuai dengan filosofi induk yang melahirkannya, hal
ini sesuai dengan apa yang dikatakan Karl Max bahwa akuntansi kapitalis hanya
merupakan legalisasi kaum kapitalis untuk tetap eksis.
b.
Kritik terhadap Akuntansi
Konvensional
Trueblood Committee ( Harahap, 2001, h. 92 ), menyampaikan
kritik terhadap akuntansi konvensional sebagai berikut :
1.
Akuntansi hanya menyangkut
laporan historis sehingga tidak dapat menggambarkan secara eksplisit prospek
masa depan.
2.
Angka-angka akuntansi umumnya
didasarkan pada hasil transaksi pertukaran sehingga hanya menggambarkan nilai
pada saat itu.
3.
Dalam akuntansi sering digunakan
metode dari beberapa metode yang sama-sama diterima yang menghasilkan laporan
dan informasi berbeda.
4.
Akuntansi menekankan pada laporan
keuangan yang bersifat umum yang dapat digunakan semua pihak. Sehingga terpaksa
selalu memperhatikan semua pihak padahal pemakaiannya yang sebenarnya memiliki
perbedaan kepentingan.
5.
Angka-angka disatu laporan
berkaitan dengan angka-angka dilaporan lainnya.
6.
Diakui bahwa laporan keuangan
yang sekarang tidak menggambarkan likuiditas dan arus kas.
7.
Perubahan dalam daya beli uang
jelas ada, namun hal ini tidak tergambarkan dalam laporan keuangan.
8.
Konsep “materiality” merupakan
konsep pelaporan. Batasan terhadap istilah ini agak abu-abu.
Terdapat kesalahan perspektif filosofis di kalangan akuntan
terhadap pengertian bukti atau ” Evidential Matters”. Evidential Matters
dimarjinalisasi pengertiannya menjadi hanya bukti formal, seharusnya selain
memeriksa bukti-bukti formal, legal dan wajar tetapi harus berdasarkan
keyakinan substansi professional yang dimiliki seorang akuntan di bentengi
dengan etika profesi (Bambang Sudibyo, 2002).
Kwik Gian Gie sering sekali menyatakan dalam berbagai media
bahwa profesi akuntan hanya memperhatikan bukti formal bukan substansial,
sehingga opini akuntan publik baginya tidak berguna sama sekali dalam menilai
keadaan keuangan perusahaan.
( Harahap, 2001, h. 102).
( Harahap, 2001, h. 102).
3. PERSAMAAN & PERBEDAAN AKUNTANSI KONVENSIONAL &
AKUNTANSI ISLAM
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1.
Prinsip pemisahan jaminan
keuangan dengan prinsip unit ekonomi.
2.
Prinsip penahunan (hauliyah)
dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan.
3.
Prinsip pembukuan langsung dengan
pencatatan bertanggal.
4.
Prinsip kesaksian dalam pembukuan
dengan prinsip penentuan barang.
5.
Prinsip perbandingan (muqabalah)
dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya).
6.
Prinsip kontinuitas (istimrariah)
dengan kesinambungan perusahaan.
7.
Prinsip keterangan (idhah) dengan
penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku
Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
a.
Akuntansi konvensional
·
Konsep modal pokok (capital)
belum ditentukan, sehingga cara menentukan nilai/harga untuk melindungi modal
pokok sering berbeda pendapat
·
Modal terbagi 2, yakni modal
tetap (aktiva tetap) dan modal yg beredar (aktiva lancar)
·
Mempraktekkan teori pencadangan
& ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan
·
Mengeyampingkan laba yg bersifat
mungkin
·
Menerapkan prinsip laba
universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, juga uang dari sumber
yg haram
·
Laba hanya ada ketika adanya jual
beli
b.
Akuntansi Islam
·
Konsep modal pokok dalam islam
berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari
segi kemampuan produksi di masa yg akan datang dlm ruang lingkup perusahaan yg
kontinuitas
·
Barang-barang pokok dibagi
menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), dst barang
dibagi menjadi barang milik dan barang dagang
·
Mata uang (emas, perak, dll)
bukan tujuan segalanya, melainkan hanya sebagai perantara utk pengukuran &
penentuan nilai/harga (sebagai sumber harga/nilai)
·
Penentuan nilai dan harga
berdasarkan nilai tukar yg berlaku
·
Membentuk cadangan untuk
kemungkinan bahaya dan resiko
·
Membedakan laba dari aktivitas
pokok dan laba yg berasal dari capital/modal pokok dengan yang berasal dari
transaksi dan wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada,
serta berusaha menghindari & menyalurkan pada tempat-tempat yg tlh
ditentukan oleh para ulama fiqh
·
Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha/dicampurkan pada pokok modal
·
Laba akan ada ketika adanya
perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yg telah terjual/belum.
Akan tetapi jual beli adalah suatu keharusan utk menyatakan laba, dan laba
tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem
Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh
soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat
aksiomatis.
Dimulai pada persamaaan
akuntansi bank syariah yaitu aktiva=kewajiban+investasi tidak
terikat+ekuitas sedangkan pada bank konvensional yaitu aktiva=utang+modal
disini terlihat ada penambahan investasi tidak terikat yang berupa dana
investasi tidak terikat(mudharabah muthiaqah) terdiri dari tabungan mudharobah
dan deposito mudharobah
ü Pos pada
bank syariah pada akun piutang jual beli terdiri dari piutang murabahah,piutang
salam, piutang isthisna,piutang qardh sedangkan pada bank konvensional nama
akunnya piutang dagang.
ü Terdapat perbedaan konsep standar neraca bank syariah:
Pada sisi aktiva:
1. Piutang
jual beli
mudharabah
salam.
isthisna
lainnya
2. Pembiayaan
Mudharabah
musyarakah
|
sisi
pasiva :
1. Dana
pihak ketiga
Giro wadiah
Tabungan wadiah
Deposito wadiah
2. Investasi
tidak terikat
Tabungan mudharabah
Deposito mudarabah
3. Equity
|
ü Pada
laporan keuangan selain laporannya sama(neraca,laporan labarugi,laporan
perubahan ekuitas dan cash flow seperti bank konvensianal tetapi pada bank
syariah ada beberapa tambahan laporan keuangan bank syariah
seperti terdapat laporan sumber dan penggunaan dana ZIS sebagai zakat
infaq sadaqah yang akan disalurkan melalui qard sedangkan pada bank
konvensional tidak, laporan sumber dan penggunaan dana qardh disini
bank syariah sebagai pengemban fungsi social juga terdapat laporan perubahan
dana investasi tidak terikat disini bank sebagai agen syariah
ü Pada bank
konvensional tidak ada pinjaman qard yaitu pemberian harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau dimita kembali,meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan
dan bukan transaksi komersial.
ü Terdapat
distribusi bagi hasil karena tujuan bank syariah berdasarkan bagi hasil,jual
belidan sewa.
ü Pada
laporan laba rugi bank sayriah vs konvensional terdapat perbedaan yaitu
Bank konvensional
|
Bank syariah
|
1.Pendapatan bunga bersih
2.Beban operasional
3.Laba opersaional
4.Pendapatan non operasional
5.Beban non operasioanal
6.Laba setelah pajak
7.Pajak penghasilan
8.Laba bersih
|
pendapatan
operasional kegiatan syariah
a.pendapatan
dari penyaluran dana
b.pendapatan
operasional lainnya
bagi hasil
untuk investor dana tidak terikat
pendapatan
operasional setelah distribusi bagi hasil untuk investor dana tidak terikat
beban
penyisihan penghapusan aktiva
beban estimasi
kerugian dan kontijensi
beban
operasional lainnya
Laba(rugi)
opersaional
Pendapatan
non operasional
Beban non
operasioanal
Laba bersih
|
4. PERKEMBANGAN TEORI & PRAKTEK AKUNTANSI ISLAM
a.
Perkembangan Teori &
Praktek Akuntansi Islam secara Umum
Realitas akuntansi modern yang dibangun dengan nilai-nilai
egoistik, materialistik dan utilitarian, menjadi belenggu bagi manusia modern
untuk menemukan jati dirinya dan Tuhan.
Bagi kalangan masyarakat muslim, Tuhan menjadi tujuan akhir dan
menjadi tujuan puncak kehidupan manusia. Akuntansi syari’ah,hadir untuk
melakukan dekonstruksi terhadap akuntansi modern. Melalui epistemologi
berpasangan, akuntansi syari’ah berusaha memberikan kontribusi bagi akuntansi
sebagai instrumen bisnis sekaligus menunjang penemuan hakikat diri dan tujuan
hidup manusia.
Versi Pertama:
Akuntansi syari’ah memformulasikan tujuan dasar laporan
keuangannya untuk memberikan informasi dan media untuk akuntabilitas. Informasi
yang terdapat dalam akuntansi syari’ah merupakan informasi materi baik mengenai
keuangan maupun nonkeuangan, serta informasi nonmateri seperti aktiva mental
dan aktiva spiritual. Contoh aktiva spiritual adalah ketakwaan, sementara
aktiva mental adalah akhlak yang baik dari semua jajaran manajemen dan seluruh
karyawan.
Sebagai media untuk akuntabilitas, akuntansi syari’ah memiliki
dua macam akuntabilitas yaitu akuntabilitas horisontal, dan akuntabilitas
vertikal. Akuntabilitas horisontal berkaitan dengan akuntabilitas kepada
manusia dan alam, sementara akuntabilitas vertikal adalah akuntabilitas kepada
Sang Pencipta Alam Semesta.
Versi Kedua:
Tujuan dasar laporan keuangan syari’ah adalah: memberikan
informasi, memberikan rasa damai, kasih dan sayang, serta menstimulasi
bangkitnya kesadaran keTuhanan. Ketiga tujuan ini, merefleksikan secara
berturut-turut dunia materi, mental, dan spiritual. Tujuan pertama secara khusus
hanya menginformasikan dunia materi baik yang bersifat keuangan maupun non
keuangan. Tujuan kedua membutuhkan bentuk laporan yang secara khusus menyajikan
dunia mental yakni rasa damai, kasih dan sayang.
Selanjutnya tujuan ketiga, disajikan dalam wadah laporan yang
khusus menyajikan informasi kebangkitan kesadaran keTuhanan.
Pendekatan dalam perumusan sistem ini adalah seperti yang
dikemukakan oleh Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial
Institution (AAOIFI) yaitu :
1.
Menentukan tujuan berdasarkan
prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan tujuan ini sebagai bahan
pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran akuntansi yang berlaku saat
ini.
2.
Memulai dari tujuan yang
ditetapkan oleh teori akuntansi kapitalis kemudian mengujinya menurut hukum
syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum syariah dan menolak
hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
b.
Prinsip Modal Pokok dalam
Akuntansi Islam
Diantara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan mengembangkannya
melalui jalur-jalur yang syar’i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan
perekonomian serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah
SWT. Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur
pemeliharaan terhadap modal pokok (kapital). Prinsip-Prinsip Akuntansi
pada Modal Pokok yang terpenting diantaranya sebagai berikut.
1.
Tamwil dan Syumul (Mengandung
Nilai dan Universal)
modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha.
Ra’sul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat , yang dalam konsepakuntansi positif disebut ushul ma’nawiah (modal nonmateri), seperti halnya sesorang yang terkenal maupun nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu dalam konsep akuntasi Islam, kapital mempunyai makna universal dan luas, yang meliputi uang, benda, atau yang nonmateri.
modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha.
Ra’sul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat , yang dalam konsepakuntansi positif disebut ushul ma’nawiah (modal nonmateri), seperti halnya sesorang yang terkenal maupun nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu dalam konsep akuntasi Islam, kapital mempunyai makna universal dan luas, yang meliputi uang, benda, atau yang nonmateri.
2.
Mutaqawwim (Bernilai)
Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar’i. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian.
Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk kedalam keuangannya atau keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh dimafaatkan secara syar’i. Jika didapati, harus disita dan menghukum orang-orang Islam yang memilikinya.
Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar’i. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian.
Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk kedalam keuangannya atau keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh dimafaatkan secara syar’i. Jika didapati, harus disita dan menghukum orang-orang Islam yang memilikinya.
3.
Penguasaan dan Pemilikan yang
Berharga
Mal atau harta itu harus dimilki secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja sama dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut dikemudian hari atau uang itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama fiqih dalam fiqih syarikah.
Mal atau harta itu harus dimilki secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja sama dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut dikemudian hari atau uang itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama fiqih dalam fiqih syarikah.
4.
Keselamatan dan Keutuhan
Ra,sul-maal
Sistem akuntansi Islam menekankan pemeliharan terhadap kapital yang hakiki, seperti yang tergambar dalam sabda Rasul sebagai berikut.“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba sebelum dia mendapatka ra’sul-maalnya (modal). Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)Jadi, kalau modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi, itu dianggap telah membalikan sebagai modal kepada sipemilik saham. Hal inilah yang banyak menimbulkan masalah dalam perusahaan-perusahaan.
Sistem akuntansi Islam menekankan pemeliharan terhadap kapital yang hakiki, seperti yang tergambar dalam sabda Rasul sebagai berikut.“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba sebelum dia mendapatka ra’sul-maalnya (modal). Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)Jadi, kalau modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi, itu dianggap telah membalikan sebagai modal kepada sipemilik saham. Hal inilah yang banyak menimbulkan masalah dalam perusahaan-perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan selamatnya modal hakiki ialah
selamat dari julah, unit-unit materinya, dan daya tukar barang, bukan dari segi
unit-unit uangnya dan juga bukan dari segi daya beli secara umum. Prinsip
ini adalah hasil bahasan seorang peneliti konsep akuntansi Islam dalam tesis
magisternya yang berjudul “Perhitungan terhadap Modak antara konsep Akuntansi
Islam Modern”. Dia menjelaskan kelebihan konnsep akuntansi Islam yang lebih
dahulu menyelesaikan problem pemeliharaan terhadap modal hakiki. Hukum-hukum
Isla juga mengandung kaidah-kaidah pengukuran yang dapat merealisasikannya.
Hukum Islam juga meangadung apa yang kita bahas, yang
diantaranya tentang penentuan harga berdasarkan nilai yang berlaku di pasar
bebas yang jauh dari tipu muslihat, monopoli, dan semua jenis jual beli yang
dilarang syar’i, yang menyebabkan memakan harta orang lain secara
batil. Pendapat ahli tafsir dan ulama fiqih tentang pemeliharaan modal
(ra’sul-maal) hakiki.
1.
Imam ar-Razi berkata, “Yang
diinginkan oleh seorang saudagar dari usahannya ialah dua hal: keselamatan
modal dan laba.”
2.
Imam an-Nasafi berkata,
“Sesungguhnya tuntutandagang itu ialah selamatnya modal dan adnya laba.”
3.
Ibnu Qudamah berkata, “laba itu
ialah hasil pemeliharaan terhadap modal.”
4.
At-habari berkata. “orang yang
beruntung dalam perdagangannya ialah orang yang menukar barang yang dimilikinya
dengan suatu tukaran yang lebih berharga dari barangnya semula.”
c.
Prinsip Perhitungan Laba dalam
Akuntansi Islam
Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba, yang
merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran
modal dan pengopersiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat
mendorong pendayagunaan harta/modal yang melarang menyimapnnya sehingga tidak
habis sdimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya dalam
aktivitas ekonomi. Di dalam Islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana
telah dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Dalam bahasa Arab, laba
berarti pertumbuhan dalam dagang
d.
Pengertian Laba dalam Konsep
Islam
Dari pengertian laba secara bahasa atau menurut Al-Qur’an,
As-Sunnah, dan pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah
pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai
tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.
Aturan laba dalam konsep Islam.
·
Adanya harta (uang) yang
dikhususkan untuk perdagangan
·
Mengoperasikan modal tersebut
secara interaktif dengan
unsur-unsur yang lain lain yang terkait untuk produksi,
seperti usaha dan sumber-sumber alam.
unsur-unsur yang lain lain yang terkait untuk produksi,
seperti usaha dan sumber-sumber alam.
·
Memposisikan harta sebagai obyek
dalam pemutarannya
karena adanya kemungkinan-kemungkinan pertmabahan atau
pengurangan jumlahnya
karena adanya kemungkinan-kemungkinan pertmabahan atau
pengurangan jumlahnya
·
Selamatnya modal pokok yang
berati modal bisa
dikembalikan.
dikembalikan.
KESIMPULAN
Akuntansi konvensional yang berkembang hingga saat ini dan yang
banyak dipakai para akuntan di dunia terbukti tidak sesuai dengan nilai-nilai
islam yang bersumber pada Al Quran dan Al Hadis. Bahkan pada perkembangannya
akuntansi konvensional yang bebas nilai ini, yang dilandasi pola berpikir
egoistik, materialistik dan utilitarian tidak memiliki kemampuan untuk menjawab
persoalan-persoalan akuntansi yang muncul dewasa ini.
Perkembangan dan perubahan bentuk industri tidak diikuti secara
pararel oleh ilmu akuntansi konvensional, pencatatan hanya dilakukan pada
aktiva berwujud saja, sedangkan industri pada masa kini besar dengan assets
berupa aktiva tak berwujud seperti paten, goodwill, lisensi, hak cipta,
internet, website, software dan sebagainya. Itulah salah satu keterbatasan
akuntansi konvensional pada saat ini, tidak mampu menghitung assets yang diluar
kalkulasi material.
Tidak demikian dengan Akuntansi Islam yang menjunjung tinggi
nilai moral dan etika dan berpedoman pada Al Quran dan Al Hadis. Dalam sistem
tersebut, kegiatan identifikasi, klarifikasi, dan pelaporan dan mengambil
keputusan ekonomi harus berdasarkan prinsip akad-akad syari’ah, yaitu tidak
mengandung zhulum (Kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang
yang haram dan membahayakan.
Dengan system yang dianut tersebut, Akuntansi Islam justru pada
perkembangannya saat ini menunjukkan kinerja yang lebih baik dari sistem
akuntansi lainnya.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar